Jumat, 21 Januari 2022

Sejarah Peminatan Kelas XI IPS 2

 

RESPON BANGSA INDONESIA TERHADAP KOLONIALISME DAN IMPERIALISME DI BIDANG SOSIAL-BUDAYA

A. Tujuan Pembelajaran

Setelah kegiatan pembelajaran 2 ini diharapkan, siswa mampu :

1.    Mengumpulkan  dan  mengolah  data  dari  berbagai  sumber  mengenai  respon bangsa Indonesia terhadap imperialisme dan kolonialisme dalam bidang sosial- Budaya dan Pendidikan.

2.    Menganalisis  dan  menarik  kesimpulan  dari  data  yang  dikumpulkan  terkait respon bangsa Indonesia terhadap imperialisme dan kolonialisme dalam bidang

sosial-Budaya dan Pendidikan.

 

B.  Uraian Materi

1.     Respon Bangsa Indonesia Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme di bidang

Sosial-Budaya

Kolonialisme dan Imperialisme Bangsa Belanda di Indonesia banyak berdampak terhadap kehidupan social-budaya masyarakat Indonesia, berbagai dampak tersebut antara lain adalah:

   Terciptanya kelas sosial dalam masyarakat, dengan bangsa Eropa dianggap sebagai yang tertinggi, disusul oleh Asia Timur Jauh, dan terakhir golongan

Bumiputera, sebagai orang yang lebih dahulu tinggal di Indonesia, golongan Bumiputera mendapatkan perlakuan diskriminatif, keistimewaan diberikan pada golongan Eropa dan Timur Asing yang seringkali diprioritaskan dan diutamakan dalam pemenuhan Haknya, hingga kaum Bumiputera merasa didiskriminasikan di tanahnya sendiri.

  Terjadinya perubahan berbagai ritual dan tradisi kuno di istana-istana dan keraton  maupun   di   masyarakat.   Tradisi   yang   dimiliki   oleh   bangsa Indonesia, seperti upacara dan tata cara yang berlaku dalam lingkungan istana menjadi sangat sederhana, bahkan cenderung dihilangkan.  Tradisi tersebut secara perlahan-lahan digantikan oleh tradisi pemerintah belanda.

 Mundurnya aktivitas perdagangan laut. Daerah Indonesia pada saat abad ke

XVII masih banyak bergantung pada aktivitas di tepi laut sehingga perubahan aktivitas perdagangan berdampak pada kehidupan di pedalaman. Kemunduran perdagangan di laut secara tak langsung menimbulkan budaya feodalisme di pedalaman. Di bawah prinsip feodalisme, rakyat bumiputera dipaksa untuk tunduk/patuh pada tuan tanah Barat/Timur Asing.

   Masuknya  agama  Katolik  dan  Protestan,  bersamaan  dengan  datangnya Bangsa Belanda dan sebelumnya Portugis dan Spanyol, diperkenalkanlah agama Katolik dan Protestan di Indonesia.

Berbagai dampak tersebut pada akhirnya menimbulkan berbagai respon dari Bangsa Indonesia di bidang sosial-Budaya terhadap praktek kolonialisme dan Imperialisme Belanda di Indonesia, respon tersebut antara lain dalam bentuk :

a.     Respon dalam bentuk karya sastra

Pada  masa  kolonialisme  dan  imperialism  Belanda,  muncul  berbagai  respon dalam bentuk karya sastra yang menjadi ciri khas pada masa pra-kemerdekaan, umumnya karya sastra ini turut membentuk sebuah identitas nasional ke- Indonesiaan  dengan  ciri  khas  penulisan menggunakan  Bahasa  melayu,  yang kelak akan digunakan sebagai Bahasa Nasional di Indonesia, yaitu Bahasa Indonesia.

Pada periode awal abad XX muncul para sastrawan, yang terkenal antara lain adalah Mohammad Yamin (1903-1964) yang mulai menulis sajak-sajak modern pada tahun 1920-1922. Lalu ada pula Marah Roesli (lahir 1898) yang menulis sebuah novel legendaris berjudul Siti Nurbaya, yang menceritakan kisah cinta tragis sebagai akibat adanya benturan antara nilai-nilai modern dan tradisional, selain itu ada pula Sanusi Pane (1905-1968) yang juga menulis puisi modern dan merupakan sastrawan berpengaruh khususnya dibidang pengembangan kebudayaan yang berakar dari kebudayaan pra-islam.

Berbagai karya sastra ini, meskipun banyak dicetak menggunakan percetakan milik pemerintah Hindia-Belanda, yaitu Balai Pustaka ternyata turut mempertahankan identitas dan kelestarian budaya-budaya daerah yang didokumentasikan dari berbagai karya tulis yang dibuat orang Indonesia, sekaligus menyebarkan berbagai identitas kebangsaan Indonesia melalui suatu Bahasa nasional, yaitu Bahasa Indonesia. Karya-karya satra ini turut pula menyumbang gagasan tentang cara hidup modern di abad 20, Kesehatan pribadi, hingga kepada emansipasi wanita.

 

Aktifitas-aktifitas dari kegiatan budaya dan politik ini pada akhirnya akan membawa ke arah persatuan Indonesia, yang tercermin dalam adanya kongres Pemuda II yang sama-sama mencetuskan sebuah sumpah pemuda yang diinisiasi oleh para pemuda dari berbagai suku dan etnis, dalam memperingati kongres yang  diselenggarakan  tahun  1928  ini,  Moh.Yamin menulis  sekumpulan  sajak yang  diterbitkan  pada  tahun  1929  dengan  judul Indonesia Tumpah Darahku. Sajak   tersebut   menggambarkan   keyakinan   di   kalangan   kaum  terpelajar Indonesia  bahwa  pertama-tama  mereka  adalah  Orang  Indonesia,  dan  baru setelah itu mereka adalah orang Minangkabau, Batak, Jawa, Kristen, Islam dan lain-lain.

Selain Moh. Yamin adapula Mas Marco Kartodirdjo yang menulis buku yang berjudul Student Hidjo (1919) didalamnya menceritakan kehidupan Hidjo seorang pemuda dari kalangan priyai rendahan yang berhasil meraih prestasi di sekolahnya dan bisa melanjutkan belajar ke negeri Belanda, Buku lainnya yaitu yang berjudul Rasa Merdika (1924), menceritakan seorang pemuda yang selalu berkonflik  dengan  ayahnya  yang  di  anggapnya  sebagai  alat  pemerintahan Belanda.

 

b.     Respon dalam bentuk karya seni musik

Respon Bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan Imperialisme Belanda di Indonesia di bidang sosial budaya antara lain adalah berkembangnya seni musik memiliki nuansa dan menggelorakan perjuangan. Salah satu tokoh seni music tersebut adalah seorang kelahiran Jakarta, yang bernama Ismail Marzuki.

Ismail Marzuki merupakan musisi pemberontak di zamannya. Ketika pemerintah kolonial Belanda memberlakukan pembatasan hak untuk berserikat dan berkumpul  (vergader verbod)  terhadap organisasi-organisasi  kebangsaan, dan rakyat dilarang keras mendengarkan lagu-lagu mars partai politik dan kebangsaan, jiwa Ismail memberontak.  Cara-cara pembatasan  yang  dilakukan oleh pemerintah kolonial tersebut bertujuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban agar kekuasaanya di Indonesia langgeng terjaga.

Sementara sewaktu pemerintah melakukan berbagai upaya menjaga kedaulatannya itu, Belanda sedang mengalami situasi yang kacau balau. Menurut Firdaus Burhan dalam bukunya yang berjudul Ismail Marzuki: Hasil Karya dan Pengabdiannya” (1983: 22), Ismail telah menciptakan lagu yang mampu membakar semangat bangsa dalam 10 judul lagu. Diantaranya lagu berjudul Banyu  Biru,  Bintangku,  Ani-ani  Potong  Padi,  Kroncong  Sukapuri  dan  Arjuna Rimba Malam Kemilau, Siapakah Namanya, Sederhana, Kroncong.

Lagu-lagu tersebut mampu membawa pengaruh pada perjuangan bangsa, karena menceritakan  keadaan  Indonesia  di  bawah  jajahan  Belanda.  Begitulah  profil

Ismail Marzuki yang tercatat dalam sejarah berjuang demi kemerdekaan melalui

melodi.

 


1 komentar: