Selasa, 11 Agustus 2020

Materi Sejarah Peminatan Kelas X IPS

 

RUANG LINGKUP  SEJARAH

Kata Kunci

1.     Sejarah sebagai Peristiwa

 

Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau tentunya ada yang penting untuk dibahas, ada pula yang tidak. Sebuah peristiwa disebut penting  bila kemudian peristiwa itu cukup berpengaruh terhadap masa selanjutnya.  Bisa saja peristiwa  penting  tersebut  pada waktu kejadiannya  tidaklah  begitu penting, namun  setelah peristiwa  tersebut  berlalu  barulah  dirasakan  pengaruhnya terhadap  kehidupan di masa berikutnya.

Berkenaan  dengan  konsep  sejarah sebagai peristiwa  maka kita  kita  akan  membicarakan tentang  kejadian,  kenyataan, aktualitas  yang telah terjadi  atau  berlangsung  pada masa yang lampau. Lalu kita bertanya Apakah yang kita namakan peristiwa atau kejadian?”. Tentunya secara mudah kita menjawab  bahwa kejadian adalah hal sudah terjadi. Bersambung dengan pertanyaan Apakah yang terjadi?“. Pertanyaan ini membuat  kita berpikir bahwa banyak  sekali jawaban yang bisa kita  berikan  berkaitan dengan kehidupan manusia yang terjadi pada masa lampau. Apa saja yang terjadi dan terbentuk pada masa yang lampau  adalah kejadian, terutama  yang  berhubungan dengan  kehidupan manusia.

Peristiwa penting itulah yang merupakan pokok pembicaraan dalam  sejarah. Sejarah di sini mengandung sebuah  peristiwa penting.  Berkenaan  dengan  konsep  sejarah sebagai peristiwa, maka kita senantiasa membicarakan tentang kejadian, kenyataan,  aktualitas  yang telah terjadi  atau berlangsung  pada masa silam. Apakah itu peristiwa? Peristiwa adalah sebuah gerak yang terjadi pada suatu masa dan mengakibatkan peristiwa lainnya. Peristiwa dalam cakupan  sejarah  berarti  segala sesuatu  yang  telah berlangsung pada waktu yang telah lalu dan menimbulkan akibat pada  kehidupan manusia  pada  waktu  itu  dan  pada  masa setelahnya.  Para  sejarawan  tak  hanya  mencatat  rangkaian peristiwa  yang terjadi,  namun  juga mencoba  menelusuri latar belakang atau sebab-musabab  peristiwa muncul.

Bila kita membaca  buku  yang berjudul,  misalnya,  Peristiwa Penting Seputar Drama Rengasdengklok maka kita membaca runtutan atau  adegan   tokoh-tokoh  pemuda   yang  terlibat   dalam pertemuannya dengan Soekarno dan Hatta sebagai sebuah sejarah.

 

2. Sejarah sebagai Kisah

Membicarakan sejarah sebagai kisah berarti  berbicara  sejarah sebagai sebuah cerita dalam berbagai bentuk, baik narasi maupun tafsiran dari suatu peristiwa sejarah. Kisah ini pun dapat berupa tulis atau lisan. Secara tulisan, kisah sejarah ini dapat dilihat dalam bentuk tertulis seperti pada buku, majalah atau surat kabar. Secara lisan, kisah dapat diambil dari ceramah, percakapan atau pelajaran di sekolah. Sejarah merupakan suatu kisah yang diceritakan dalam berbagai bentuk, baik narasi maupun tafsiran dari suatu kejadian. Secara  tulisan kisah  ini akan didapat  dalam  bentuk  tulisan  di buku,  majalah atau surat kabar. Secara lisan, kisah didapat  dari ceramah, percakapan  atau pelajaran di sekolah.

Oleh karena  sejarah di sini bersifat  kisah atau cerita maka isi  kisahnya  pun  berbeda  bergantung kepada  siapa  yang menyampaikannya, kepentingan,  serta  latar  belakang  si penyampai kisah bersangkutan. Kisah yang dituturkan berbeda karena  setiap orang  akan memberikan tafsiran  yang berbeda tentang peristiwa yang dilihatnya. Dengan demikian, akan cukup bijaksana apabila sejarah dikisahkan itu disertai pula oleh uraian mengenai sifat-sifat orang yang menyampaikan sejarah.

Contoh sejarah sebagai kisah adalah kisah mengenai Sultan Iskandar  Muda  dalam  Hikayat  Aceh. Dalam  hikayat  ini diceritakan cukup  detail mengenai  masa kecil Iskandar  Muda hingga ia memerintah Kerajaan Aceh dengan  cukup  bijaksana. Di sini kita melihat sosok positif dari sultan tersebut karena yang menulis hikayat pun adalah orang dalam Aceh. Dengan demikian  sejarah sebagai kisah subjektif sifatnya. Contoh lain adalah kitab- kitab  yang ditulis  oleh para pujangga  istana  di Jawa seperti Negarakretagama,   Pa raraton,   Kidung   Sundayana,   Carita  Parahyangan, dan lain-lain.

 

 

3. Sejarah sebagai Ilmu

Ilmu sejarah sendiri sudah mulai berkembang pada abad ke- 19, seiring  dengan  perkembangan ilmu dan sains yang lainnya. Pengetahuan sejarah ini mencakup  kondisi atau situasi manusia pada suatu masa yang hidup  dalam jenjang sosial tertentu. Ilmu sejarah  berusaha mencari  hukum-hukum yang mengendalikan manusia dan kehidupannya dan juga mencari penyebab timbulnya perubahan-perubahan dalam kehidupan manusia.

Sejarah sebagai cabang ilmu pengetahuan hendaknya dibahas dan dibuktikan secara keilmuan  (ilmiah).  Untuk  membuktikan keilmiahannya, dalam menganalisis sejarah seyogyanya digunakan berbagai standar  dan metode-metode  ilmiah.  Dengan  demikian, kesahihan penelitian sejarah dapat dipertanggung-jawabkan secara moral dan keilmuwan.  Oleh karena itu, ketika akan mempelajari sebuah objek sejarah  maka harus  dibuat  metode  ilmiah secara sistematis dengan tujuan memperoleh kebenaran sejarah.

 

 
 
Sejarah sebagai ilmu adalah suatu susunan  pengetahuan (a body of Knowledge) tentang  peristiwa  dan  cerita  yang terjadi  di masyarakat  manusia  pada masa lampau  yang disusun  secara

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1.4 Buku yang memperlihatkan sejarah sebagai ilmu biasanya ditulis oleh orang-orang akademisi


 

 

 

Sumber: Dok. Titian Ilmu


sistematis  dan metodis  berdasarkan asas-asas, prosedur  dan metode serta teknik  ilmiah  yang diakui oleh para pakar sejarah. Sejarah sebagai ilmu mempelajari  sejarah sebagai aktualitas  dan mengadakan penelitian serta pengkajian  tentang  peristiwa  dan cerita sejarah. Sejarah sebagai ilmu juga menjelaskan pengetahuan tentang  masa lalu yang berusaha  menentukan dan mewariskan pengetahuan mengenai masa lalu suatu masyarakat tertentu. Ada beberapa ciri ketika sejarah dikategorikan sebagai ilmu:

(a)    Empiris

Sejarah  sangat  berkaitan  dengan  pengalaman  manusia. Pe ngalaman  tersebut  direkam  dalam  dokumen   dari peninggalan-peninggalan sejarah  lainnya.  Sumber-sumber tersebut kemudian diteliti  oleh para sejarawan untuk  bisa dijadikan   fakta.  Fakta-fakta   itulah  yang  kemudian diinterpretasikan dan dilakukan penulisan sejarah.

(b)   Memiliki  Objek

Setiap ilmu  pengetahuan tentunya harus  memiliki  tujuan dan objek  materi  atau sasaran  yang jelas dan memiliki  perbedaan  dengan  dengan  ilmu yang lain. Sebagai mana umumnya ilmu-ilmu lain, yang menjadi objek dalam kajian sejarah adalah manusia  dan masyarakat pada kurun  waktu tertentu.

(c)    Memiliki  Teori

Ilmu pengetahuan sosial pada umumnya memiliki teori-teori  tertentu. Sejarah mempunyai teori  yang berisi  yang berisi kaidah-kaidah pokok suatu ilmu. Seperti misalnya teori yang dikemukakan oleh Arnold Toynbee mengenai teori Challenge and Response.

(d)  Memiliki  Metode

Dalam  rangka  penelitian, sejarah  mempunyai metode tersendiri dengan  melakukan pengamatan yang sistematis.  Ini untuk  menghindari suatu pernyataan  tidak  didukung oleh bukti-bukti yang kuat maka pernyataan tersebut itu bisa ditolak.  Dengan  menggunanan metode  sejarah  yang tepat seorang sejarawan bisa meminimalisir kesalahan  dan dapat membuat  kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan.

 

4.     Sejarah sebagai Seni

Sejarah pun  dapat  berperan  sebagai seni yang mengedepankan nilai estetika. Jadi, sejarah dalam hal ini bukanlah dipandang dari segi etika atau  logika. Menurut pemikiran Dithley,  seorang sejarawan dan filsuf modern, sejarah adalah pengetahuan tentang  cita rasa. Sejarah tidak saja mempelajari segala yang bergerak dan berubah  yang tampak  dipermukaan, namun  juga  mempelajari  motivasi yang mendorong terjadinya perubahan itu bagi si pelaku sejarah. Ia mempelajari suatu proses dinamis kehidupan manusia


yang di dalamnya  terlihat adanya hubungan sebab-akibat  yang lumayan  rumit.  Dithley  meragukan  teori  yang diungkapkan Comte, Mills, dan Spencer yang menyatakan bahwa metode ilmu alam dapat  dipergunakan  dalam  mempelajari  sejarah  tanpa modifikasi  berkelanjutan.

Memang benar  bahwa sejarah dapat digali melalui  metode ilmiah. Akan tetapi,  sejarah itu sendiri  memiliki  jiwa atau roh, yang tak lain adalah jiwa yang terdapat dalam diri manusia sebagai pelaku sejarah. Jiwalah yang merupakan nyala api manusia dalam kehidupannya. Pendekatan terhadap jiwa sejarah ini hanya dapat dilakukan oleh seni. Jika suatu  peristiwa  sejarah tak dapat  lagi dibuktikan melalui  metode  ilmiah  maka seorang  sejarawan diharapkan mampu  mengungkap apa yang  tersirat  dalam peristiwa  itu  melalui  daya imajinasi.  Imajinasi  ini  sangat diperlukan dalam menginterpretasikan sejarah ketika data-data, jejak-jejak, dan informasi  sejarah  dirasa  belum  cukup  dalam menafsirkan peristiwa sejarah.

Melalui pendekatan seni, fakta sejarah akan menjadi  lebih hidup dan bernyawa. Kita pun akan lebih menghayati  kejadian sejarah, dapat lebih menghargai  tokoh atau manusia yang terjun langsung  dalam tragedi  dan  peristiwa  sejarah. Kita  bisa lebih menghayati  momentum sejarah,  misalnya, dengan  membaca sastra-sejarah (biasanya dalam bentuk  novel, roman).

Misalnya dengan membaca novel Arus Balik karya sastrawan Pramoedya Ananta Toer, yang menceritakan perubahan  politik yang terjadi di Nusantara pada masa Kerajaan Demak mendominasi Kepulauan Nusantara,  ketika bangsa Portugis  (Peringgi)  telah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1.5 Pramoedya Ananta Toer menulis novel yang berjudul Arok Dedes, Jejak Langkah, Rumah  kaca, dan Arus Balik yang meman- dang peristiwa  sejarah sebagai seni


 

 

 

 

 

 

 

 

 
Sumber: Tempo.

menguasai Selat Malaka. Meskipun  tokoh utama dalam novel ini (Wiranggaleng dan Idayu) bersifat fiktif, namun  sebagian tokoh lainnya adalah pelaku sejarah yang nyata. Dengan membaca novel- sejarah, kita juga akan membaca sejarah sebagai kisah dan peristiwa, di samping  sebagai seni  tentunya.  Sejarah sebagai seni dapat menuntun kita kepada  realitas  bahwa  pelaku  sejarah  adalah manusia juga seperti kita yang memiliki  rasa cinta, persahabatan, tanggung  jawab sebagai individu  dan selaku  warga  negara. Melaluinya kita dapat melihat pula kelemahan,  rasa takut, sedih, dan kecewa dari mereka para pelaku sejarah. Dengan  demikian, sejarah akan menjadi sajian yang kering bila tanpa seni, untuk itu sejarawan memerlukan unsur-unsur seni berupa:  intuisi (ilham), yaitu pemahaman langsung  dan insting  selama masa penelitian berlangsung. Imajinasi yang mempunyai arti bahwa sejarawan harus dapat membayangkan apa yang sebenarnya terjadi, apa yang sedang terjadi  dan apa yang terjadi  sesudah  itu. Emosi dengan  perasaan sejarawan diharapkan dapat mempunyai empati untuk menyatukan perasaan   dengan   objeknya.   Sejarawan   diharapkan  bisa menghadirkan peristiwa sejarah seolah-olah mengalami peristiwa sejarah tersebut,  sebagai contoh ketika perasaan ini diungkapkan ketika sejarawan menuliskan sejarah tentang revolusi semasa perang kemerdekaan dapat  mewariskan  nilai-nilai perjuangan bangsa. Gaya Bahasa, dengan  gaya bahasa yang baik dalam arti  tidak sistematis dan berbelit-belit akan sangat dimengerti, gaya bahasa juga digunakan  terkait  dengan  penggunaan bahasa pada zaman tertentu seperti di zaman Orde Lama yang akrab dengan kata-kata progresif revolusioner,  ganyang, marhaenisme, nasakomisasi.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar