Rabu, 02 Februari 2022

SEJARAH PEMINATAN KELAS XI IPS 2

 Assalamualikum, Wr, Wb

Dampak Kolonialisme dan Imperialisme

1.      Dampak di Bidang Politik

Pengaruh kekuasaan Belanda semakin kuat karena intervensi yang intensif dalam masalah-masalah istana, seperti pergantian tahta, pengangkatan pejabat-pejabat kerajaan, ataupun partisipasinya dalam menentukan kebijaksanaan pemerintah kerajaan. Dengan demikian, dalam bidang politik penguasa-penguasa pribumi makin tergantung pada kekuasaan asing, sehingga kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan pemerintah istana makin menipis. Di samping itu, aneksasi wilayah yang dilakukan oleh penguasa asing mengakibatkan semakin menyempitnya wilayah kekuasaan pribumi. Penghasilan yang berupa lungguh, upeti atau hasil bumi; semakin  berkurang dan bahkan hilang, sebab kedudukannya telah berganti sebagai alat  pemerintah Belanda. Dalam bidang politik dari kolonialisme dan imperialisme bangsa Barat di Indonesia menyebabkan semakin hilangnya kekuasaan Politik dan para penguasa Indonesia yang beralih ke tangan Belanda (Aluna : 2016).

Hal tersebut dibuktikan oleh beberapa faktor sebagai berikut.

a.       Penerapan sistem indirect rule (sistem pemerintahan tidak langsung) yaitu dengan memanfaatkan penguasa-penguasa tradisional, seperti bupati dan raja yang memerintah atas nama VOC.

b.      Munculnya berbagai perlawanan rakyat Indonesia terhadap pemerintah Hindia Belanda.

c.       Belanda sangat berpengaruh dalam menentukan kebijakan politik kerajaan karena intervensinya.

d.      Bupati menjadi alat kekuasaaan pemerintahan kolonial. Mereka menjadi  pegawai pemerintahan kolonial yang diber gaji. Padahal menurut adat  penguasa tradisional tersebut mendapat upeti dari rakyat.

e.       Semakin merosotnya dan bergantungnya kekuasaan raja kepada kekuasaan asing. Bahkan sebagian diambil alih atau di bawah kekuasaan kolonial.

Dampak Kolonialisme di bidang politik adalah sebagai berikut :

a.      Daendels atau Raffle sudah meletakkan dasar pemerintahan yang modern. Para Bupati dijadikan pegawai negeri dan digaji, padahal menurut adat istiadat kedudukan bupati adalah turun temurun dan mendapat upeti dari rakyat. Bupati dijadikan alat kekuasaan pemerintah kolonial. Pamong praja yang dahulu berdasarkan garis keturunan sekarang menjadi sistem kepegawaian.

b.      Jawa dijadikan tempat pusat pemerintahan dan membaginya menjadi wilayah  perfektuf.

c.      Dahulu hukum yang digunakan yaitu hukum adat dan kemudian diubah menjadi hukum barat modern.

d.      Belanda dan Inggris melakukan intervensi terhadap persoalan kerajaan, contohnya tentang pergantian tahta kerajaan sehingga imperialis mendominasi  politik di Indonesia. Yang mengakibatkan peranan elite kerajaan berkurang dalam politik, dan kekuasaan pribumi bahkan bisa runtuh.

e.       Pamong praja yang dulu berdasarkan garis keturunan diubah menjadi sistem kepegawaian.

f.       Jawa menjadi pusat pemerintahan dan membaginya menjadi wilayah perfektuf.

g.      Hukum yang dulu menggunakan hukum adat diubah menggunakan sistem hukum barat modern.

h.      Kebijakan yang diambil raja dicampuri Belanda. 

Respon Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme di Bidang Politik

Imperialisme dan kolonialisme yang pernah mendera Indonesia juga mengakibatkan hal lain: aktivitas pemerintahan berpusat di jawa. Hal ini akhirnya terbawa sampai sekarang. Meskipun saat ini kita sudah melakukan desentralisasi, tapi tetap terasa bahwa wilayah Jawa seakan adalah pusat pemerintahan. Tentu, saat pemerintah kolonial Belanda menguasai Indonesia, tidak sedikit  perlawanan yang menghadang. Salah satunya adalah perlawanan ciamik lewat dunia  politik. Kebanyakan rakyat bergerak melalui organisasi dalam maupun luar negeri

Respon Bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan imperialisme di bidang  politik diantaranya 

1.      Munculnya Organisasi Budi Utomo

Berdirinya Budi Utomo menjadi tanda kebangkitan nasional bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya sekaligus penanda perkembangan nasionalisme Indonesia. Meskipun saat itu pendirian organisasi awalnya hanya dituukan bagi golongan berpendidikan Jawa. Hingga saat ini tanggal berdirinya, 20 Mei, diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Hal ini menjadikan sejarah Budi Utomo dari awal hingga akhir sangat menarik untuk dipelajari. Budi Utomo (Boedi Oetomo) ialah organisasi yang didirikan tanggal 20 Mei 1908 oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA. Mereka adalah Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji. Wahidin Sudirohusodo merupakan penggagas Budi Utomo dan namanya selalu dikaitkan dengan sejarah Budi Utomo ataupun sejarah  berdirinya Budi Utomo. Budi Utomo dipelopori oleh para pemuda dari STOVIA, Sekolah Guru Bandung, Sekolah Pamong Praja Magelang dan Magelang, Sekolah Peternakan dan Pertanian Bogor, dan Sekolah Sore untuk Orang Dewasa di Surabaya. Para pelajar tersebut terdiri dari Soeradji, Muhammad Saleh, Soewarno A, Goenawan

2.      Sarekat Islam (SI)

Kita kerap mendengar seruan untuk menjauhkan Islam dari gerakan politik. “Jangan gunakan Islam sebagai alat politik, begitu kira-kira seruan mereka. Mereka menginginkan Islam diisolasi di ruang “netral”. Sebetulnya ruang netral itu tidak ada. Sebab, hampir semua ruang kehidupan manusia itu terkait dengan politik. Mana bisa Islam terpisah dari persoalan kehidupan? Mana bisa Islam tutup mata dengan penderitaan umatnya? Dan memang, jika kita menengok ke masa silam, Islam tidak berjarak dengan  politik. Itu terjadi pada permulaan abad 20, bersamaan dengan kebangkitan perlawan rakyat Indonesia menentang kolonialisme, muncul gerakan politik Islam atau Islam Politik. Di awal abad ke-20, ada organisasi sosial-politik yang sangat mencolok.  Namanya: Sarekat Islam. Ini organisasi massa terbesar di zamannya. Tjokroaminoto, pimpinan SI yang kerap disebut “Raja Jawa” itu, mengklaim jumlah anggotanya mencapai 2 juta orang. Sumber resmi mengatakan, SI lahir dari perkumpulan kaum pribumi yang mengamankan Laweyan, daerah hunian saudagar batik di Solo. Pendirinya bernama Haji Samanhudi. Awalnya, organisasi itu bermuasal dari organisasi ronda bernama “Rekso Roemekso”. Pendapat ini diperkuat oleh Takashi Shiraishi dalam bukunya, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat Di Jawa (1912-1926).  Namun, versi lain yang lebih akurat menyatakan, SI berasal dari organisasi yang sebelumnya bernama Sarekat Dagang Islamiyah (SDI). Pendirinya adalah seorang bekas murid STOVIA yang terbakar api nasionalisme Tiongkok, Tirto Adhi Soerjo, pada tahun 1909. Pendapat ini diusung oleh Pramoedya Ananata Toer dalam tetralogi bagian ketiganya, Jejak Langkah. Namun, pada tahun 1913, sebagai upaya menjegal perkembangan SDI, penguasa kolonial membuang Tirto ke Ambon. Kepengurusan SI pun berpindah ke Haji Samanhudi dan kegiatannya berpusat di Solo. Pendapat Pram itu hampir sejalan dengan pendapat Bung Hatta saat menyampaikan ceramah berjudul “Dari Budi Utomo menuju Sarekat Islam” di gedung Kebangkitan Nasional tanggal 22 Mei 1974. Menurut Bung Hatta, pendiri SDI adalah Tirto di Batavia tahun 1909. Tirto kemudian melakukan tur keliling jawa, termasuk Solo. Dengan demikian, SDI Solo yang diketuai Haji Samanhudi adalah cabang SDI-nya Tirto Adhisuryo. SDI di bawah Haji Samanhudi terus berkembang. Sayang, Haji Samanhudi tidak bisa mengendalikan organisasi yang terus berkembang. Ia juga tak kuasa melawan tekanan penguasa kolonial. Akhirnya, pada tahun 1912, kepemimpinan SI diserahkan kepada Tjokroaminoto, seorang teknisi di pabrik gula Rogojampi. Pusat kegiatan SI pun dipindahkan ke Surabaya. Namanya pun berubah menjadi Sarekat Islam (SI).

3.      Perhimpunan Indonesia

Selain rakyat yang ada di daerah kita, jiwa nasionalisme juga timbul dari luar negeri. Para mahasiswa yang sedang belajar di Belanda, pada tahun 1908, membentuk Indische Vereeniging. Pada mulanya, mereka membentuk ini atas dasar sosial.  Namun, seiring berjalannya waktu, namanya berubah menjadi Indonesia Vereeniging  pada tahun 1922. Mereka pun semakin melebarkan sayapnya dan memasuki dunia  politik. Gagasan-gagasannya disalurkan lewat majalah Hindia Putra. Sampai akhirnya, tiga tahun kemudian, mereka menjadi lebih radikal dan mengganti namanya menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Mereka pun secara tegas memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar