Selasa, 03 November 2020

Materi Sejarah Peminatan Kelas X IPS 2

 Assalamualaikum, para siswa hari ini kita membahas tentang:

Penelitian sejarah

 

Menurut Thomas Jefferson, dalam penulisan  sejarah:

"Penelitian sejarah adalah salah satu penelitian mengenai pengumpulan dan evaluasi data secara sistematik, berkaitan dengan kejadian masa lalu untuk menguji hipotesis yang berhubungan dengan faktor-faktor penyebab, pengaruh atau perkembangan kejadian sekarang dan mengantisipasi kejadian yang akan datang (Sukardi, 2003, hal. 203). Menurut (Sjamsuddin, 2007, hal. 13) penelitian sejarah berhubungan dengan suatu prosedur, proses, atau teknik yang sistematis dalam penyidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan objek (bahan-bahan) yang akan diteliti (Sjamsuddin, 2007, hal. 13)".

 

Menurut Sjamsuddin (2007, hal. 89) paling tidak ada enam tahap yang harus ditempuh dalam penelitian sejarah yaitu:

·         Memilih topik yang sesuai

·         Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik

·         Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung dengan membuat system card, fotokopi, komputer dan internet.

·         Mengevaluasi secara kritis semua bukti yang telah dikumpulkan (kritik sumber)

·         Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disajikan sebelumnya.

·         Menyajikannya dalam suatu cara yang menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.

 

Penelitian sejarah pada dasarnya adalah penelitian terhadap sumber-sumber sejarah, merupakan implementasi dari tahapan kegiatan yang tercakup dalam metode sejarah yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Tahapan historiografi merupakan kegiatan penulisan hasil penelitian. Gambar berikut  menggambarkan metode Sejarah sebagai berikut:

 

 

Gambar  Metode Penelitian Sejarah

Sumber: (Sjamsuddin, 2007, hal. 17)

 

1.      Jenis-jenis Penelitian Sejarah

Penelitian historis banyak sekali macamnya. Tetapi secara umum, dapat dibagi atas empat jenis, yaitu: Penelitian Sejarah Komparatif, Penelitian Yuridis atau Legal, Penelitian Biografis, dan Penelitian Bibliografis.

1.      a.    Penelitian Sejarah Komparatif

Jika penelitian dengan metode sejarah dikerjakan untuk membandingkan faktor-faktor dari fenomena-fenomena sejenis pada suatu periode masa lampau, maka penelitian tersebut dinamakan penelitian sejarah komparatif. Misalnya, ingin diperbandingkan sistem pengajaran di Cina dan Jawa, dan pada masa kerajaan Majapahit. Dalam hal ini, si peneliti ingin memperlihatkan unsur-unsur perbedaan dan persamaan dari fenomena-fenomena sejenis. Atau misalnya seorang peneliti ingin membandingkan usaha tani serta faktor sosial yang mempengaruhi usaha tani dari beberapa negara dan membandingkannya dengan usaha tani Indonesia dalam tahap-tahap trend waktu zaman pertengahan.

1.      b.    Penelitian Yuridis atau Legal

Jika dalam metode sejarah diinginkan untuk menyelidiki hal-hal yang menyangkut dengan hukum, baik hukum formal ataupun hukum nonformal dalam masa yang lalu, maka penelitian sejarah tersebut digolongkan dalam penelitian yuridis. Misalnya peneliti ingin mengetahui dan menganalisa tentang keputusan-keputusan pengadilan akibat-akibat hukum adat serta pengaruhnyha terhadap suatu masyarakat pada masa lampau, serta ingin membuat generalisasi tentang pengaruh-pengaruh hukum tersebut atas masyarakat, maka penelitian sejarah tersebut termasuk dalam penelitian yuridis.

1.      Penelitian Biografis

Metode sejarah yang digunakan untuk meneliti kehidupan seseorang dan hubungannya dengan masyarakat dinamakan penelitian biografis. Dalam penelitian ini, diteliti sifat-sifat, watak, pengaruh, baik pengaruh lingkungan maupun pengaruh pemikiran dan ide dari subjek penelitian dalam masa hidupnya, serta pembentukan watak figur yang diterima selama hayatnya. Sumber-sumber data sejarah untuk penelitian biografis antara lain: surat-surat pribadi, buku harian, hasil karya seseorang, karangan-karangan seseorang tentang figur yang diselidiki ataupun catatan-catatan teman dari orang yang diteliti tersebut.

1.      d.    Penelitian Bibliografis

Penelitian dengan metode sejarah untuk mencari, menganalisa, membuat interpretasi serta generalisasi dari fakta-fakta yang merupakan pendapat para ahli dalam suatu masalah atau suatu organisasi dikelompokkan dalam Penelitian Bibliografis. Penelitian ini mencakup hasil pemikiran dan ide yang telah ditulis oleh pemikir-pemikir dan ahli-ahli. Kerja penelitian ini termasuk menghimpun karya-karya tertentu dari seorang penulis atau seorang filosof dan menerbitkan kembali dokumen-dokumen unik yang dianggap hilang dan tersembunyi seraya memberikan interpretasi serta generalisasi yang tepat terhadap karya-karya tersebut.

 

 

A. Heuristik

 

Heuristik adalah kegiatan mencari dan menemukan sumber yang diperlukan. Berhasil tidaknya pencarian sumber, pada dasarnya tergantung dari wawasan peneliti mengenai sumber yang diperlukan dan keterampilan teknis penelusuran sumber (Sobana Hs, 2008, hal. 4).  Menurut Carrard (1992) dan Gee (1950)  dalam(Sjamsuddin, 2007, hal. 86) heuristik (heuristics) merupakan sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data/materi sejarah/evidensi sejarah. Tahap heuristik ini banyak menyita waktu, biaya, tenaga, pikiran dan perasaan karena apabila kita mendapatkan yang dicari maka serasa mendapatkan harta karun, sementara jika sudah bersusah payah mencari sumber tetapi tidak berhasil maka rasa frustasi akan muncul.

 

Sumber-sumber sejarah dapat ditemukan di perpustakaan, arsip dan museum, dimana kekayaan perpustakaan, arsip dan museum dapat diketahui dari petunjuk-petunjuk, indeks, bibliografi, katalog, majalah, dan jurnal serta brosur yang meminformasikan kepada sejarawan, peneliti, pengunjung apa saja yang tersedia dalam perpustakaan, arsip  atau museum itu yang berhubungan dengan literatur atau dokumen sejarah. Pengetahuan praktis mengenai petunjuk-petunjuk atau indeks-indeks ini dan bagaimana menggunakan perpustakaan dan arsip adalah syarat mutlak bagi penelitian sejarah. Pengetahuan tersebut muncul biasanya selama proses pengumpulan materi itu berlangsung (Sjamsuddin, 2007, hal. 121).

 



 

B. Kritik

 

Kritik adalah sebuah kegiatan pengujian secara kritis terhadap sumber-sumber sejarah yang telah ditemukan, untuk memperoleh otentisitas dan dan kredibilitas. Tujuan utama kritik sumber adalah untuk menyeleksi data, sehingga diperoleh fakta. Setiap data sebaiknya dicatat dalam lembaran lepas (sistem kartu), agar memudahkan pengklasifikasiannya berdasarkan kerangka tulisan. Kritik sumber dilakukan setelah peneliti berhasil mengumpulkan sumber-sumber dalam penelitiannya dan tidak menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber tersebut dan menyaringnya secara kritis terutama sumber pertama (Sjamsuddin, 2007, hal. 131). Kritik sumber dilakukan dilakukan baik terhadap bahan materi  maupun terhadap substansi (isi) sumber.

 

Dalam metode sejarah dikenal dengan cara melakukan kritik eksternal dan kritik internal.

 

1. Kritik eksternal

 

Kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah (Sjamsuddin, 2007, hal. 132). Sebelum sumber-sumber sejarah dapat digunakan dengan aman, menurut Lucey (1984) ada lima pertanyaan yang harus dijawab dengan memuaskan (Sjamsuddin, 2007, hal. 133) yaitu:

Siapa yang mengatakan?

Apakah kesaksian tersebut telah diubah?

Apa yang dimaksud sumber dengan kesaksiannya?

Apakah orang yang memberikan kesaksian itu seorang saksi mata (witness) yang kompeten (mengetahui fakta yang sebenarnya)

Apakah saksi mengatakan fakta yang sebenarnya (truth) dan memberikan fakta yang diketahui?

 

Fungsi kritik eksternal adalah memeriksa sumber sejarah atas dasar dua hal pertama dan menegakkan sedapat mungkin otentisitas dan integritas dari sumber tersebut. Kritik eksternal juga harus memperhatikan otentisitas (authenticity), deteksi sumber palsu, integritas dan penyuntingan. Sebuah sumber sejarah (catatan harian, surat, buku) adalah otentik atau asli jika itu benar-benar produk dari orang yang dianggap sebagai pemiliknya (atau dari periode yang dipercayai sebagai masanya jika tidak mungkin menandai pengarangnya).

 

Langkah yang dilakukan dalam menegakkan otentisitas  adalah mengidentifikasi penulis. Kadang-kadang penulis tidak dapat ditandai karena banyak dokumen dan penerbitan pertama-tama muncul tidak menggunakan nama samaran dan penelitian kemudian dapat saja berhasil mengidentifikasi beberapa penulisnya. Belum ada aturan yang benar-benar baku untuk memutuskan berapa banyak yang harus dibuktikan sebelum sebuah sumber dapat diterima sebagai sesuatu yang asli, namun semakin banyak yang diketahui tentang dokumen tersebut, semakin banyak pula yang dapat digunakan oleh peneliti dari sumber tersebut (Sjamsuddin, 2007, hal. 134-137).

 

Keahlian dalam mendeteksi sumber asli diperlukan mengingat kecanggihan teknologi modern yang memudahkan para pemalsu dokumen untuk melakukan operasinya. Banyak dokumen rahasia negara terutama yang sedang konflik dijajakan oleh para pemalsu kepada pihak yang berkepentingan dikatakan asli padahal palsu (Sjamsuddin, 2007, hal. 137). Dalam mendeteksi sumber maka haru diperhatikan kriteria fisik (jenis kertas, tinta, cat), garis asal usul dokumen, tulisan tangan, dan isi dari sumber.

 

Setelah mendeteksi sumber maka selanjutnya harus diketahui integritasnya. Integritas disini dapat diartikan bahwa sumber mempunyai otentisitas yang tetap jika kesaksian yang asli tetap terpelihara tanpa ubah-ubahan mensikipun ditransmisikan dari masa ke masa (Sjamsuddin, 2007, hal. 140). Ubahan dapat berupa penambahan, pengurangan, penghilangan atau penggantian dalam teks asli dan ini mungkin saja disengaja atau tidak disengaja dalam sumber asli atau dalam salinan aslinya. Ubahan yang sering terjadi diakibatkan oleh kekeliruan dalam menyalin sehingga secara substansional dapat mengubah arti sebuah teks. Untuk mencegah kekeliruan tersebut perlu dilakukan kolasi yaitu membandingkan manuskrip asli dengan salinan oleh seseorang yang membaca naskah asli dan sejarawan mengikuti naskah salinannya. Jika integritasnya terjaga maka dapat dikatakan fakta dari kesaksian (fact of testimony) telah ditegakkan bagi sejarawan (Lucey dalam Sjamsuddin, 2007, hal. 140)).

 

Dokumen yang diedit secara sembarangan dapat merusak banyak sumber sejarah. Dokumen memang harus diedit sebagaimana aslinya dan jika ada perubahan, penyunting harus memberitahukan pembacanya. Aplikasi dari aturan-aturan sederhana ini menuntut kerajinan yang diteliti dan penyunting dapat menggunakan tanda-tanda tertentu dalam mengoreksi kesalahan ejaan, istilah, ataupun nama yang dibuat oleh penulis asli (Sjamsuddin, 2007, hal. 143).

 

2. Kritik Internal

 

Kritik internal merupakan kebalikan dari kritik eksternal dengan menekankan aspek dalam yaitu isi dari sumber, yaitu kesaksian (testimony) (Sjamsuddin, 2007, hal. 143). Setelah fakta kesaksian ditegakkan melalu kritik eksternal, tiba giliran sejarawan untuk mengadakan evaluasi terhadap kesaksian tersebut apakah reliable atau tidak. Hal yang perlu diperhatikan dari kritik internal adalah:

 


a. Arti sebenarnya dari kesaksian

 

Sejarawan harus menetapkan arti sebenarnya dari perkataan yang dikemukakan oleh saksi apakah diartikan harfiah atau sesungguhnya (real) . Arti harfiah adalah pengertian gramatikal yang berarti menurut huruf yang tertulis. Sementara arti yang sesungguhnya adalah arti yang tersirat dari balik huruf yang ditulis. Mungkin dalam sebuah tulisan sejarah sumber tersebut menggunakan kalimat metafora sehingga peneliti harus tahu arti yang sesungguhnya.

 

b. Kredibilitas kesaksian.

 

Kredibilitas (keterpercayaan) seorang saksi harus memperhatikan bagaimana kemampuan saksi untuk mengamati, bagaimana kesempatannya untuk mengamati teruji dengan benar atau tepat, bagaimana jaminan bagi kejujurannya, bagaimana kesaksiannya itu dibandingkan dengan saksi-saksi yang lain. Dalam membandingkan satu sumber dengan sumber-sumber lain untuk kredibilitas, terdapat tiga  kemungkinan yaitu sumber-sumber lain dapat cocok dengan sumber yang dibandingkan, berbeda dengan sumber atau malah tidak menyebutkan apa-apa (Sjamsuddin, 2007, hal. 151-152)

 

c. Sumber-sumber yang sesuai (concurring sources)

 

Sumber dikatakan kredibel apabila sumber yang lain sesuai dengan kesaksiannya baik secara independen maupun dependen. Penyesuaian kesaksian dari saksi independen dan dapat dipercaya yang dapat menegakkan kredibilitas suatu sumber tertentu.

 

d. Sumber-sumber yang berbeda (disseting sources).

 

Perbedaan kesaksian sumber lain terhadap satu sumber tidak begitu saja dapat membatalkan kesaksian dari sumber yang dibicarakan. Tetapi tergantung dari tingkat perbedaannya. Pada beberapa kondisi tertentu perbedaan sudah dapat diperkirakan namun kembali kepada kecerdasan peneliti dalam menghadapi perbedaan tersebut dan komplikasi-komplikasi yang muncul akibat perbedaan sehingga dapat ditemukan juga benang merahnya.

 

C. Historiografi

 

Sesudah menyelesaikan langkah-langkah pertama dan kedua berupa heurestik dan kritik sumber, maka langkah selanjutnya adalah menghasilkan karya historiografi yang merupakan penafsiran dan pengelompokkan fakta-fakta dalam berbagai hubungan juga membuat formulasi serta presentasi hasil-hasilnya sehingga akan menggamparkan operasi-operasi sintetis yang menuntun dari kritik dokumen kepada penulisan teks yang sesungguhnya (Sjamsuddin, 2007, hal. 155). Tahap-tahap penulisan mencakup interprestasi, eksplanasi sampai kepada presentasi atau pemaparan sejarah sebenarnya yang merupakan satu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

 

1. Penafsiran (Interpretasi)

 

Proses penulisan dilakukan karena ingin mencipta ulang dengan deskripsi dan narasi serta  melakukan penafsiran (interpret) dengan menggunakan analisa dan berolritasi kepada problem. Teknik analisis deskripsi narasi sering kali dikaitkan dengan bentuk atau model sejarah lama, sedangkan teknik analisis dikaitkan dengan bentuk atau model sejarah baru yang ilmiah (Sjamsuddin, 2007, hal. 158).

 

2. Penjelasan (Eksplanasi)

 

Dalam setiap pembahasan mengenai metodologi sejarah, penjelasan merupakan satu pusat utama yang menjadi sorotan. Penjelasan menurut D.H. Fischer berarti membuat terang, jelas dan dapat dimengerti dengan menggunakan: what (apa), how (bagaimana), when (kapan), where  (dimana) dan who (siapa) (Sjamsuddin, 2007, hal. 190). Seringkali eksplanasi disamakan dengan deskripsi padahal sebenarnya keduanya dapat dibedakan. Deskripsi hanya penyebutan fakta saja, sementara penjelasan menuntut jawaban yang analitis-kritis yang akhirnya bermuara pada suatu penjelasan atau keterangan sintesis sejarah. Sejarah yang sebenarnya adalah jika dapat menjelaskan atau memberikan jawaban tentang why (mengapa). Jadi bukan sekedar what,  when, where dan who tapi lebih kepada why-what,  why-when, why-where dan why-who. Sebagai contoh misalnya fakta sejarah mengenai Proklamasi Kemerdekaan yang diucapkan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 10 pagi oleh Ir. Sukarno. Dalam deskripsi, peneliti cukup menjawab apa (Proklamasi Kemerdekaan),  kapan (tanggal 17 Agustus 1945 jam 10), dimana (Jakarta) dan siapa (Ir. Sukarno). Tetapi dalam eksplanasi harus dapat menjawab, mengapa Proklamasi Kemerdekaaan diucapkan (why-what), mengapa Sukarno yang mengucapkan bukan Hatta (why-who), mengapa tanggal 17 Agustus 1945 bukan tanggal yang lainnya (why-when), dan mengapa di Jakarta bukan kota-kota lain di Indonesia (why-where). Jadi semuanya menuntut keterangan, penjelasan yang kalau ditulis dapat menghasilkan buku yang tebal bukan hanya sekedar jawaban faktual (Sjamsuddin, 2007, hal. 191-192).

 

Tetapi tanpa deskripsi faktual mustahil dapat membuat sebuah eksplanasi sejarah sebab eksplanasi tanpa fakta adalh fantasi. Hubungan antara keduanya adalah hubungan yang saling melengkapi dan tidak dapat berdiri sendiri. Seperti mobil dengan bahan-bahan pembuat mobil. Tidak akan ada mobil (eksplanasi) kalau tidak ada bahan-bahan pembuatnya seperti mesin, kaca, baja, ban, jok dan sebagainya (deskripsi fakta). Dalam bentuk yang paling sederhana, dengan merangkaikan komponen-komponen itu dalam suatu sintesis akan menghsilkan suatu penjelasan mengapa dan/atau bagaimana peristiwa sejarah terjadi (Sjamsuddin, 2007, hal. 193).

 


8 komentar: