Penelitian
sejarah
Menurut Thomas Jefferson, dalam penulisan sejarah:
"Penelitian sejarah adalah salah satu penelitian
mengenai pengumpulan dan evaluasi data secara sistematik, berkaitan dengan
kejadian masa lalu untuk menguji hipotesis yang berhubungan dengan
faktor-faktor penyebab, pengaruh atau perkembangan kejadian sekarang dan
mengantisipasi kejadian yang akan datang (Sukardi, 2003, hal. 203). Menurut
(Sjamsuddin, 2007, hal. 13) penelitian sejarah berhubungan dengan suatu
prosedur, proses, atau teknik yang sistematis dalam penyidikan suatu disiplin
ilmu tertentu untuk mendapatkan objek (bahan-bahan) yang akan diteliti (Sjamsuddin,
2007, hal. 13)".
Menurut Sjamsuddin (2007, hal. 89) paling tidak ada enam tahap yang
harus ditempuh dalam penelitian sejarah yaitu:
- Memilih topik yang sesuai
- Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik
- Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung dengan membuat system card, fotokopi, komputer dan internet.
- Mengevaluasi secara kritis semua bukti yang telah dikumpulkan (kritik sumber)
- Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disajikan sebelumnya.
- Menyajikannya dalam suatu cara yang menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.
Penelitian sejarah pada dasarnya adalah penelitian terhadap sumber-sumber
sejarah, merupakan implementasi dari tahapan kegiatan yang tercakup dalam
metode sejarah yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Tahapan
historiografi merupakan kegiatan penulisan hasil penelitian. Gambar berikut
menggambarkan metode Sejarah sebagai berikut:
Penelitian
historis banyak sekali macamnya. Tetapi secara umum, dapat dibagi atas empat
jenis, yaitu: Penelitian Sejarah Komparatif, Penelitian Yuridis atau Legal,
Penelitian Biografis, dan Penelitian Bibliografis.
a.
Penelitian Sejarah Komparatif
Jika
penelitian dengan metode sejarah dikerjakan untuk membandingkan faktor-faktor
dari fenomena-fenomena sejenis pada suatu periode masa lampau, maka penelitian
tersebut dinamakan penelitian sejarah komparatif. Misalnya, ingin
diperbandingkan sistem pengajaran di Cina dan Jawa, dan pada masa kerajaan
Majapahit. Dalam hal ini, si peneliti ingin memperlihatkan unsur-unsur
perbedaan dan persamaan dari fenomena-fenomena sejenis. Atau misalnya seorang
peneliti ingin membandingkan usaha tani serta faktor sosial yang mempengaruhi
usaha tani dari beberapa negara dan membandingkannya dengan usaha tani
Indonesia dalam tahap-tahap trend waktu zaman pertengahan.
b.
Penelitian Yuridis atau Legal
Jika dalam
metode sejarah diinginkan untuk menyelidiki hal-hal yang menyangkut dengan
hukum, baik hukum formal ataupun hukum nonformal dalam masa yang lalu, maka
penelitian sejarah tersebut digolongkan dalam penelitian yuridis. Misalnya
peneliti ingin mengetahui dan menganalisa tentang keputusan-keputusan
pengadilan akibat-akibat hukum adat serta pengaruhnyha terhadap suatu
masyarakat pada masa lampau, serta ingin membuat generalisasi tentang
pengaruh-pengaruh hukum tersebut atas masyarakat, maka penelitian sejarah
tersebut termasuk dalam penelitian yuridis.
c. Penelitian
Biografis
Metode
sejarah yang digunakan untuk meneliti kehidupan seseorang dan hubungannya
dengan masyarakat dinamakan penelitian biografis. Dalam penelitian ini,
diteliti sifat-sifat, watak, pengaruh, baik pengaruh lingkungan maupun pengaruh
pemikiran dan ide dari subjek penelitian dalam masa hidupnya, serta pembentukan
watak figur yang diterima selama hayatnya. Sumber-sumber data sejarah untuk
penelitian biografis antara lain: surat-surat pribadi, buku harian, hasil karya
seseorang, karangan-karangan seseorang tentang figur yang diselidiki ataupun
catatan-catatan teman dari orang yang diteliti tersebut.
d.
Penelitian Bibliografis
Penelitian
dengan metode sejarah untuk mencari, menganalisa, membuat interpretasi serta
generalisasi dari fakta-fakta yang merupakan pendapat para ahli dalam suatu
masalah atau suatu organisasi dikelompokkan dalam Penelitian Bibliografis.
Penelitian ini mencakup hasil pemikiran dan ide yang telah ditulis oleh
pemikir-pemikir dan ahli-ahli. Kerja penelitian ini termasuk menghimpun karya-karya
tertentu dari seorang penulis atau seorang filosof dan menerbitkan kembali
dokumen-dokumen unik yang dianggap hilang dan tersembunyi seraya memberikan
interpretasi serta generalisasi yang tepat terhadap karya-karya tersebut.
A. Heuristik
Heuristik adalah kegiatan mencari dan menemukan sumber yang diperlukan.
Berhasil tidaknya pencarian sumber, pada dasarnya tergantung dari wawasan
peneliti mengenai sumber yang diperlukan dan keterampilan teknis penelusuran
sumber (Sobana Hs, 2008, hal. 4). Menurut Carrard (1992) dan Gee
(1950) dalam(Sjamsuddin, 2007, hal. 86) heuristik (heuristics)
merupakan sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan
data-data/materi sejarah/evidensi sejarah. Tahap heuristik ini banyak menyita
waktu, biaya, tenaga, pikiran dan perasaan karena apabila kita mendapatkan yang
dicari maka serasa mendapatkan harta karun, sementara jika sudah bersusah payah
mencari sumber tetapi tidak berhasil maka rasa frustasi akan muncul.
Sumber-sumber sejarah dapat ditemukan di perpustakaan, arsip dan museum,
dimana kekayaan perpustakaan, arsip dan museum dapat diketahui dari
petunjuk-petunjuk, indeks, bibliografi, katalog, majalah, dan jurnal serta
brosur yang meminformasikan kepada sejarawan, peneliti, pengunjung apa saja
yang tersedia dalam perpustakaan, arsip atau museum itu yang berhubungan
dengan literatur atau dokumen sejarah. Pengetahuan praktis mengenai
petunjuk-petunjuk atau indeks-indeks ini dan bagaimana menggunakan perpustakaan
dan arsip adalah syarat mutlak bagi penelitian sejarah. Pengetahuan tersebut
muncul biasanya selama proses pengumpulan materi itu berlangsung (Sjamsuddin,
2007, hal. 121).
Kritik adalah sebuah kegiatan pengujian secara kritis terhadap
sumber-sumber sejarah yang telah ditemukan, untuk memperoleh otentisitas dan
dan kredibilitas. Tujuan utama kritik sumber adalah untuk menyeleksi data,
sehingga diperoleh fakta. Setiap data sebaiknya dicatat dalam lembaran lepas
(sistem kartu), agar memudahkan pengklasifikasiannya berdasarkan kerangka
tulisan. Kritik sumber dilakukan setelah peneliti berhasil mengumpulkan
sumber-sumber dalam penelitiannya dan tidak menerima begitu saja apa yang tercantum
dan tertulis pada sumber-sumber tersebut dan menyaringnya secara kritis
terutama sumber pertama (Sjamsuddin, 2007, hal. 131). Kritik sumber dilakukan
dilakukan baik terhadap bahan materi maupun terhadap substansi (isi)
sumber.
Dalam metode sejarah dikenal dengan cara melakukan kritik eksternal dan
kritik internal.
1. Kritik eksternal
Kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap
aspek-aspek luar dari sumber sejarah (Sjamsuddin, 2007, hal. 132). Sebelum
sumber-sumber sejarah dapat digunakan dengan aman, menurut Lucey (1984) ada
lima pertanyaan yang harus dijawab dengan memuaskan (Sjamsuddin, 2007, hal.
133) yaitu:
Siapa yang mengatakan?
Apakah kesaksian tersebut telah diubah?
Apa yang dimaksud sumber dengan kesaksiannya?
Apakah orang yang memberikan kesaksian itu seorang saksi mata (witness)
yang kompeten (mengetahui fakta yang sebenarnya)
Apakah saksi mengatakan fakta yang sebenarnya (truth) dan memberikan
fakta yang diketahui?
Fungsi kritik eksternal adalah memeriksa sumber sejarah atas dasar dua hal
pertama dan menegakkan sedapat mungkin otentisitas dan integritas dari sumber
tersebut. Kritik eksternal juga harus memperhatikan otentisitas (authenticity),
deteksi sumber palsu, integritas dan penyuntingan. Sebuah sumber sejarah
(catatan harian, surat, buku) adalah otentik atau asli jika itu benar-benar
produk dari orang yang dianggap sebagai pemiliknya (atau dari periode yang
dipercayai sebagai masanya jika tidak mungkin menandai pengarangnya).
Langkah yang dilakukan dalam menegakkan otentisitas adalah
mengidentifikasi penulis. Kadang-kadang penulis tidak dapat ditandai karena
banyak dokumen dan penerbitan pertama-tama muncul tidak menggunakan nama
samaran dan penelitian kemudian dapat saja berhasil mengidentifikasi beberapa
penulisnya. Belum ada aturan yang benar-benar baku untuk memutuskan berapa
banyak yang harus dibuktikan sebelum sebuah sumber dapat diterima sebagai
sesuatu yang asli, namun semakin banyak yang diketahui tentang dokumen
tersebut, semakin banyak pula yang dapat digunakan oleh peneliti dari sumber
tersebut (Sjamsuddin, 2007, hal. 134-137).
Keahlian dalam mendeteksi sumber asli diperlukan mengingat kecanggihan
teknologi modern yang memudahkan para pemalsu dokumen untuk melakukan
operasinya. Banyak dokumen rahasia negara terutama yang sedang konflik
dijajakan oleh para pemalsu kepada pihak yang berkepentingan dikatakan asli
padahal palsu (Sjamsuddin, 2007, hal. 137). Dalam mendeteksi sumber maka
haru diperhatikan kriteria fisik (jenis kertas, tinta, cat), garis asal usul
dokumen, tulisan tangan, dan isi dari sumber.
Setelah mendeteksi sumber maka selanjutnya harus diketahui integritasnya.
Integritas disini dapat diartikan bahwa sumber mempunyai otentisitas yang tetap
jika kesaksian yang asli tetap terpelihara tanpa ubah-ubahan mensikipun
ditransmisikan dari masa ke masa (Sjamsuddin, 2007, hal. 140). Ubahan dapat
berupa penambahan, pengurangan, penghilangan atau penggantian dalam teks asli
dan ini mungkin saja disengaja atau tidak disengaja dalam sumber asli atau
dalam salinan aslinya. Ubahan yang sering terjadi diakibatkan oleh kekeliruan
dalam menyalin sehingga secara substansional dapat mengubah arti sebuah teks.
Untuk mencegah kekeliruan tersebut perlu dilakukan kolasi yaitu membandingkan
manuskrip asli dengan salinan oleh seseorang yang membaca naskah asli dan
sejarawan mengikuti naskah salinannya. Jika integritasnya terjaga maka dapat
dikatakan fakta dari kesaksian (fact of testimony) telah ditegakkan bagi
sejarawan (Lucey dalam Sjamsuddin, 2007, hal. 140)).
Dokumen yang diedit secara sembarangan dapat merusak banyak sumber sejarah.
Dokumen memang harus diedit sebagaimana aslinya dan jika ada perubahan,
penyunting harus memberitahukan pembacanya. Aplikasi dari aturan-aturan
sederhana ini menuntut kerajinan yang diteliti dan penyunting dapat menggunakan
tanda-tanda tertentu dalam mengoreksi kesalahan ejaan, istilah, ataupun nama
yang dibuat oleh penulis asli (Sjamsuddin, 2007, hal. 143).
2. Kritik Internal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar